Jumat, 19 April 2013

cinta dan kasih dalam pandangan islam


  1. Pendahuluan
Seperti yang kita semua telah ketahui, bahwa manusia dan kehidupan manusia tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan cinta kasih (love). Banyak penyair, pencipta lagu, ahli-ahli filsafat, dan ahli-ahli agama yang mencoba mendefinisikan apa arti sebenarnya dari cinta kasih itu. Apa arti cinta sebenarnya, cinta kasih sesama manusia dari sudut pandang Islam. Terutama dalam kaitannya pada cinta kasih antara laki-laki dan perempuan.
Banyak orang berkata: I love you (Aku cinta padamu), akan tetapi, sebenarnya mereka hanya berkata bahwa aku cinta wajahmu yang cantik jelita, aku cinta uangmu, fasilitasmu, dan yang sejenisnya. Apakah ini cinta?

Kita sering mendengar atau menyaksikan dalam kehidupan nyata, di televisi a,tau di film-film, bahwa seseorang jatuh cinta setelah melihat kecantikan atau ketampanan orang lain. Apakah benar ada hubungan antara cinta dan keindahan?
Banyak orang mengatakan, bahwa cerita percintaan antara Romeo dan Juliet adalah salah satu contoh dari cinta sejati (true love), benarkah demikian?

Kita melihat atau mendengar, banyak perempuan yang hamil di luar nikah dan bahkan pada usia yang masih bisa dibilang sangat muda. Mereka telah melakukan hubungan suami istri di luar nikah, dan mereka bilang bahwa mereka melakukannya demi cinta. Apakah benar yang mereka katakan itu adalah cinta?
Bagaimanakah pandangan Islam terhadap cinta? Benarkah dalam ajaran agama Islam, bahwa semua jenis cinta merupakan sebuah ungkapan cinta terhadap Sang Pencipta? Benarkah hubungan muda-mudi masa kini telah jauh menyimpang dari ajaran Islam?

  1. Cinta (love) dalam ajaran Islam
Cinta (love) secara bahasa adalah suka sekali dan senang sekali. Cinta secara istilah ialah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam untuk rela berkorban, tanpa mengharap imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi Allah.

Dalam Islam, kasih sayang adalah identitas dan asas iman. Hal itu merupakan bukti pengaruh agama terhadap hati nurani, seperti halnya ia juga merupakan kesaksian jiwa manusia yang menurut term (istilah) Islam belum akan diakui beragama bila ia tidak memiliki perasaan kasih sayang.

Allah berfirman: Katakanlah: “Jika bapa-bapa (para pembesar dan nenek moyang), anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada mencintai Allah dan Rasulnya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab/siksaan)-Nya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.( Al-Qur’an Surat At-Taubat, 9: 24)

2.1  Cinta Terhadap Sang Pencipta (hablun min Allah)
Sebagai manifestasi dari kesadaran sebagai makhluk Allah, manusia berusaha untuk selalu mengadakan hubungan baik dengan Allah, berupa hubungan ritual (ibadah) dengan-Nya. Dalam sistim ritus ini, seseorang pemeluk agama merasa yakin bahwa dengan selalu mengadakan hubungan baik dengan Tuhan, maka hidupnya akan baik. Dengan kata lain, bahagia tidaknya hidup seseorang adalah tergantung kepada hubungan baik tidaknya terhadap Allah. 

Cinta kepada Allah adalah cinta makhluk atau hamba kepada Khalik (Penciptanya), dengan jalan mengakui tanpa ragu akan kebesaran-Nya, dan mematuhi secara konsekwen segala titah-Nya. Apa yang diperintahkan-Nya dilaksanakan, dan apa-apa yang dilarang-Nya dihindari. Cinta terhadap Allah ini tidak bisa terlepas dari yang disebut sebagai akhlak, keimanan, dan tauhid.

2.2  Cinta Terhadap Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup, yang berupa alam sekitar, baik berupa udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan lain-lain merupakan prasarana kehidupan yang harus tetap terpelihara keserasiannya. Maka segala yang dapat merusak lingkungan harus dicegah, karena dapat berakibat kehidupan yang tidak bersih, tidak tertib, dan tidak aman. Itulah sebabnya Islam melarang, bahkan mengutuk orang-orang yang melakukan kegiatan yang dapat merusak lingkungan.

Islam mengajarkan ummatnya agar mengasihi semua binatang dan melarang ummatnya untuk menyiksa binatang. Karena binatang adalah juga makhluk ciptaan Allah. Tidak membunuh mereka untuk kesenangan, dan tentu saja tidak boleh melukai dan menyiksa mereka. Bahkan sebagai salah satu sumber makanan, kita juga harus menghormati mereka dengan berdo’a, dengan tidak membunuh mereka lebih dari yang kita makan.

Islam dalam ajarannya mengatakan, bahwa manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari alam semesta yang saling dukung-mendukung dengan seluruh bagian alam itu, dan karena individu-individu manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dan secara laras bekerja sama dengan seluruh alam semesta ini, maka tidak boleh ada ketidakserasian antara mereka satu sama lain.

2.3  Cinta Terhadap Sesama Manusia (hablun min annas)
Dalam ajaran Islam, cinta terhadap sesama manusia tidak bisa lepas dari rasa cintanya terhadap penciptanya. Karena dalam ajaran Islam, cinta terhadap Tuhan yaitu terhadap Allah SWT, juga berarti cinta terhadap sesama manusia sebagai ciptaan-Nya. Karena hal ini berkaitan dengan yang namanya akhlak.

Rasa cinta terhadap sesama manusia tidak bisa lepas dari kemanusiaan. Pandangan Islam menyatakan, bahwa kemanusiaan itu merupakan satu kesatuan, berbeda-beda bagiannya untuk membentuk satu masyarakat, berjenis-jenis dalam keserasian, dan berlainan pendapat untuk saling melengkapi satu sama lain dalam mencapai tujuan, supaya dengan begitu ia cocok pula untuk saling melengkapi dengan alam, untuk membentuk wujud yang satu pula. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu sekalian saling mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia di antara kamu sekalian  di sisi Allah ialah orang-orang yang paling takwa di antara kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. ( Q.S. Al-Hujurat: 13).

Pada prinsipnya, cinta terhadap sesama manusia adalah dengan tolong-menolong, kenal mengenal (saling mengenal) dan keserasian. Menurut pandangan Islam, rasa cinta terhadap sesama manusia bisa diwujudkan, salah satunya dengan keadilan dan persamaan derajat di antara manusia.

  1. Cinta Antara Laki-Laki dan Perempuan Dalam Sudut Pandang Islam
Cinta antara muda-mudi di dalam Islam adalah cinta yang dilandasi rasa ketaqwaan terhadap Allah SWT, dengan mentaati perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, dan disertai akhlak yang baik. Cinta harus disertai akhlak yang baik, dikarenakan hubungan cinta muda-mudi sangat dekat dengan perbuatan zina. Tanpa akhlak yang baik akan sulit menghindari zina. Dalam Islam, perzinahan adalah salah satu dosa yang sangat besar karena bukan hanya merusak akhlak orang yang melakukannya saja tetapi juga orang lain. Allah brfirman dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu sekalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”(Q.S. Al-Isra, 17: 32).

Cinta (love) yang tidak dilandasi rasa ketaqwaan kepada Allah, akan memunculkan cinta buta. Sebagaimana yang sering dikatakan orang “ Love is blind (cinta adalah buta)”. Adapun yang membuat cinta itu buta adalah jika kita mencintai seseorang karena hal-hal yang duniawi, karena harta, tahta/kedudukan/jabatan, ketampanan/kecantikan dan yang sejenisnya. Cinta macam ini hanya bisa bertahan jika penyebabnya masih ada. Jika seseorang mencintai dikarenakan ketampanan/kecantikannya, maka, bagaimanakah jika orang tersebut tidak lagi tampan/cantik?

Sebaliknya, cinta itu tidak buta, alias melek (melihat), jika dilandasi iman dan rasa taqwa kepada Allah SWT. Oleh karena itu, jika kita ingin memiliki cinta yang murni, tulus, dan abadi dari seseorang, tentu kita memerlukan penyebab yang membuatnya demikian. Dalam suatu hadits dikatakan, bahwa seseorang laki-laki menikahi seorang perempuan itu karena empat hal, yaitu: (1) karena kecantikannya, (2) karena kekayaannya, (3) karena keturunannya, dan (4) karena ketaqwaannya. Maka ambillah yang keempat, yaitu karena ketaqwaannya, karena, itu akan menjamin hidupnya.
Jika hadits di atas dikaitkan dengan cinta, maka, jika kamu ingin mencari cinta yang abadi, cintailah seseorang dikarenakan keimanannya.

Ada sebuah pepatah lama dalam bahasa Inggris yang berkaitan dengan cinta, yaitu: “You can buy sex but you cannot buy love”, “you can buy food but you cannot buy appetite”, “you can buy a house but you can by a home”. Yang artinya: “Anda dapat membeli sex tetapi anda tidak dapat membeli cinta, anda dapat membeli makanan tetapi anda tidak dapat membeli selera, anda dapat membeli sebuah rumah tetapi anda tidak dapat membeli ketentraman dalam keluarga”. Ini dapat diartikan bahwa cinta tidak dapat dibeli karena cinta sebenarnya datang dari Tuhan.

Bahkan jika kamu adalah orang terkaya di dunia, kamu tidak bisa membeli cinta. Sebagai contoh, jika kamu memberikan seseorang banyak hadiah-hadiah yang mahal, maka, apakah orang tersebut akan mencintai kamu? Tidak. Orang tersebut hanya mencintai hadiahmu dan kekayaanmu saja. Kamu dapat membeli makanan apa saja yang bisa kamu beli, akan tetapi makanan yang paling enak sekalipun akan terasa tidak enak jika kamu tidak punya selera makan.
“Rumah” adalah tempat di mana hatimu berada. Tempat membesarkan keluargamu, tempat di mana orang-orang yang kamu cintai berada, tempat di mana kamu bisa benar-benar beristirahat, untuk mengistirahatkan badan dan jiwamu, tempat di mana kamu untuk sementara lepas dari dunia yang kejam. Rumah tidak bisa disebut “rumah” jika kamu tidak bisa menemukan ketenangan, kedamaian, dan keamanan di dalamnya.

Banyak orang yang mengatakan bahwa cerita percintaan Romeo dan Juliet adalah salah satu contoh cinta sejati. Akan tetapi, kalau kita meneliti dan menganalisa lebih jauh ke dalam cerita ini, maka kita akan melihat bahwa cerita ini bukanlah cerita tentang cinta sejati.

Pada klimaks cerita tersebut diceritakan bahwa ketika Romeo mendengar Juliet telah “meninggal dunia”, maka Romeo pun berniat untuk melakukan bunuh diri karena dia tidak mau ditinggalkan oleh Juliet. Perbuatan bunuh diri adalah perbuatan yang sangat terkutuk dalam Islam, dan merupakan dosa yang sangat besar. Pada saat seseorang bunuh diri maka telah dicabut imannya oleh Tuhan, dan mati dalam keadaan tidak ada iman, alias mati kafir. Ketika setelah Romeo melakukan bunuh diri di hadapan “mayat” Juliet, barulah dia menyadari bahwa Juliet hanya berpura-pura mati, tetapi itu sudah terlambat, racun sudah mulai membunuhnya. Julietpun melakukan bunuh diri karena dia tidak mau ditinggalkan oleh Romeo.

Romeo dan Juliet sama-sama melakukan bunuh diri karena tidak mau ditinggalkan oleh pasangannya. Ini berarti bahwa mereka hanya mencintai tubuh pasangannya saja, mereka tidak mencintai jiwa pasangannya. Mereka tidak sadar bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara saja. Tubuh mereka akan rusak dimakan usia, dan akhirnya mati. Jika dipandang dari sudut Islam, maka mereka telah melakukan suatu dosa besar yaitu melakukan bunuh diri. Jika percintaan mereka adalah cinta sejati, maka seharusnya mereka berjanji atau bersumpah di hadapan mayat pasangannya untuk berusaha mendamaikan pertengkaran keluarga mereka, penyebab terhalangnya cinta kasih mereka.

Banyak orang yang terjebak antara arti cinta dan nafsu. Mereka terutama muda-mudi banyak yang tidak bisa membedakan antara cinta dan nafsu. Mereka menganggap bahwa dengan melakukan hubungan seksual berarti mereka telah mencintai seseorang. Nafsu, dalam hal ini nafsu syahwat, adalah suatu kebutuhan biologis yang dipunyai oleh setiap manusia. Semua jenis nafsu adalah sesuatu hal yang bersifat duniawi, sedangkan cinta adalah sesuatu yang datang dari hati nurani yang paling dalam.

  1. Kesimpulan

Cinta sejati adalah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam untuk rela berkorban, tanpa mengharapkan imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi oleh Allah. Cinta juga merupakan suatu identitas dan asas iman, karena kita mencintai sesuatu atau seseorang karena Allah mencintainya.
Cinta sejati bukanlah mengenai hal-hal yang bersifat duniawi semata. Cinta sejati berasal dari hati nurani, dan cinta sejati  haruslah tulus dan ikhlas. Cinta yang berasal dari hati nurani akan selalu ada walaupun salah satu pihak tidak cantik lagi, tidak tampan lagi, tidak seksi lagi dan tidak kaya lagi.

Dalam hubungan seks bebas atau pergaulan bebas, para pelakunya sama sekali tidak menghargai cinta. Mereka secara sadar atau tidak sadar menganggap, bahwa cinta adalah suatu hal yang sia-sia, karena yang mereka cari hanyalah kepuasan sesaat saja dan mereka tidak peduli dengan akibat-akibat dan dosa-dosa yang akan timbul karena perbuatan mereka itu. Mereka tidak peduli akan azab-azab dan cobaan-cobaan yang akan ditimpakan oleh Allah akibat dari perbuatan dosa-dosa yg dia lakukan dalam kehidupannya, baik di dunianya maupun di akhiratynya. Hubungan seks hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang telah terikat tali pernikahan. Karena salah satu tujuan dari pernikahan adalah sebagai penyaluran nafsu syahwat dengan cara yang diridhoi Allah. Penyaluran nafsu syahwat yang tidak sesuai dengan sunnah Rosulullah, yakni penyaluran nafsu yang menyimpang dari ajaran Allah (aturan-aturan Allah), maka akan mendatangkan azab dan cobaa-cobaan yang bertubi-tubi dari Allah.

Dari semua ini bisa disimpulkan, bahwa cinta antara laki-laki dan perempuan dalam Islam adalah suatu hubungan yang didasarkan oleh rasa kasih sayang yang timbul dari hati nurani yang tulus dan ikhlas, dan bukan berdasarkan pada hal-hal yang bersifat duniawi. Yang terpenting dalam membina hubungan ini adalah dengan menggunakan akhlak yang baik, ketaqwaan, dan rasa keimanan terhadap Allah SWT.

hidayatal-baihaqi

cinta dan kasih menurut pandangan islam

Selasa, 16 April 2013

perbedaan antara hukum islam dengan hukum nasional


PERBEDAAN DAN PERSAMAAN
 HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian.
Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan.
Perbandingan konsep antara konsep hukum islam dengan konsep hukum positif nampaklah jelas.
Term hukum Islam merupakan terjemahan dari kata ‘al-fiqh al-islami’ yang dalam literatur Barat disebut ‘the Islamic Law’ atau dalam batas-batas yang lebih longgar “the Islamic Jurisprudence’. Yang pertama lebih cenderung kepada syariah sedangkan yang kedua kepada fiqh, namun keduanya tidak tidak dapat digunakan secara konsisten. Begitu juga term hukum Islam mengalami ambigiutas antara fiqh yaitu hukum praktis yang diambil dari dalil-dalil tafsili (rinci) dan syari’ah, yaitu peraturan yang diturunkan oleh Allah kepada manusia agar dipedomani dalam berhubungan dengan Tuhan-nya, dengan sesamanya, dengan lingkungannya dan dengan kehidupannya. Akan tetapi term hukum Islam ini ketika ditelusuri dalam rumusan para ulama ushul fiqh mempunyai pengertian yang berbeda dari kedua term tersebut diatas. Hukum Islam dalam diskursus ushul fiqh lebih sebagai al hukm asy-syar’i yang diartikan sebagai khitab Allah (titah/sapan Allah ), yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf baik berupa taklif, tahyir (pilihan) maupun penetapan. Dalam diskursus ushul fiqh, sumber hukum Islam dapat berupa dalil nash ( tekstual ) dan dalil ghairu nash (paratekstual). Dalil nash yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan dalil ghairu nash yaitu diantaranya qiyas, ijma’, istihsan, istislah, istishab, ‘urf, pendapat para sahabat dan syari’at umat terdahulu.
Konsep hukum Islam ini mempunyai beberapa perbedaan dengan konsep hukum positif, namun dalam hakikatnya ( hakikat hukum ) mengalami persamaan-persamaan. Begitu juga mengenai sumber hukum terdapat perbedaan antara sumber hukum Islam dan sumber hukum positif. Karena itu, tulisan ini akan membahas tentang konsep dan sumber hukum Islam dengan menggunakan analisis perbandingan dengan hukum positif.

Hakikat Hukum
Dalam ilmu hukum terdapat beberapa pengertian mengenai hukum yang berbeda-beda. Diantaranya menurut E.Utrecht, berpendapat bahwa hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan”. Sedangkan menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut berakibat diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu (sanksi), serta masih banyak definisi hukum yang berbeda-beda. Dari definisi yang berbeda-beda itu, dapat dirumuskan bahwa hukum mengandung unsur-unsur : 1) Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat, 2) Peraturan itu dibuat oleh badan yang berwajib, 3) Peraturan itu bersifat memaksa 4) Ada Sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Pengertian hukum yang dibahas dalam ilmu hukum tersebut hanyalah merupakan pengertian hukum secara lahiriah (das ding furmich), karena ilmu hukum melihat hukum sebagaimana adanya. Adapun hakikat hukum merupakan suatu yang tidak terpapar dalam ilmu hukum, melainkan terdapat dalam pembahasan filsafat hukum. Kedua disiplin tersebut sama-sama menjawab pertanyaan tentang apakah hukum itu? Namun jawaban yang diberikan oleh ilmu hukum dan filsafat hukum berbeda. Ilmu hukum menjawab pertanyaan tersebut dengan melihat kepada hukum positif. Sedangkan filsafat hukum mengkaji hukum secara mendalam, komperhensif dan radikal, menjawab pertanyaan tersebut dengan melihat kepada hakikat hukum (das ding unsich).
Karena itu untuk mengetahui tentang hakikat hukum perlu membahas hukum secara filosofis.
Dari segi hakikatnya, hukum dapat dilihat sebagai :
1.Perintah dan Penilaian
Hukum merupakan norma yang mengajak masyarakat untuk mencapai cita-cita serta keadaan tertentu, tetapi tanpa mengabaikan dunia kenyataan, maka hukum dapat digolongkan kepada norma kultur . Norma adalah sarana yang dipakai oleh masyarakatnya untuk menertibkan, menuntun dan mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat dalam hubungannnya satu sama lain. Untuk bisa menjalankan fungsi tersebut, norma harus mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa. Dengan demikian hukum juga mempunyai caranya sendiri untuk menerapkan ciri khas dari norma tersebut ( yaitu sifat memaksa ).
Norma hukum bertujuan untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat, sesuai dengan keinginan dan kehendak masyarakat itu. Kehendak masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggotanya itu dilakukan dengan membuat suatu pilihan antara tingkah laku yang disetujui dan yang ditolak, maka norma hukum merupakan persyaratan dari penilaian-penilaian.
Oleh karena itu norma hukum bukan hanya merupakan perintah melainkan mempunyai nalar-nalar tertentu, yaitu penilaian yang dilakukan oleh masyarakat terhadap tingkah laku dan perbuatan-perbuatan orang dalam masyarakat. Adapun penilaian tersebut tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari ide yang lebih besar yaitu masyarakat bagaimana yang diinginkan. Hal ini sesuai sesuai dengan pendapat bahwa hukum merupakan alat untuk mengatur masyarakat (law is tool of social engineering). Dari paparan tersebut dapat dinyatakan bahwa norma hukum dalam dirinya mengandung dua hal yaitu patokan penilaian ( dimana hukum menilai kehidupan masyarakat dengan menyatakan apa yang dianggap baik dan tidak baik ) dan patokan tingkah laku ( petunjuk tentang perbuatan mana yang harus dikerjakan dan yang harus ditinggalkan ).
2. Hubungan
Terdapat beberapa pandangan tentang hukum diantaranya :
a.Hukum adalah hubungan diantara suatu persona dan suatu hal ( benda, urusan ) yang menyebabkan hal itu berada dalam suatu hubungan tertentu dengan persona, seperti menjadi miliknya.
b.Hukum adalah undang-undang atau suatu perundang-undangan.
c.Hukum adalah suatu ilmu yang memberikan pengetahuan tentang hukum, pengetahuan tentang undang-undang ,dan pengetahuan tentang hubungan tersebut diatas.
Dari beberapa pemahaman tentang hukum tersebut, Lili Rasjidi lebih cenderung bahwa arti utama dari hukum adalah hubungan. Menurutnya undang-undang disebut hukum karena undang-undang menjadi penyebab dan norma dari hubungan-hubungan tersebut di atas. Sedangkan arti ilmu adalah arti turunan dari hukum, yaitu ilmu yang subjeknya adalah hukum atau undang-undang.
Hukum mengatur perbuatan jika perbuatan tersebut merupakan perbuatan terhadap orang lain, dan jika kita mempunyai hak berarti kita mempunyai hak terhadap orang lain atau suatu persona. Karena itu dapat dikatakan bahwa objek dari hak adalah perbuatan orang lain.
Dari paparan diatas dapat ditetapkan bahwa hukum adalah suatu hubungan diantara seseorang dengan suatu perbuatan ( sesuatu atau tidak melakukan sesuatu ) dari seseorang yang lain, yang membuat orang ini menghubungkan dirinya dengan perbuatan ini ( tidak melakukan ini ) sebagai dengan kepunyaannya sebagai sesuatu yang menjadi miliknya.

Konsep Hukum Islam ( al hukm asy syar’i )
Dalam diskursus hukum islam, term hukum berasal dari bahasa arab ‘al-hukm” (tanpa u antara huruf k dan m) yang berarti norma atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan,pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda . Hukum juga merupakan kategori dan penilaian tingkah laku. Hukum sebagai titah Allah berakibat pada pengkategorian terhadap perbuatan. Misalnya titah Allah untuk menepati janji, berakibat pada tuntutam perbuatan menepati janji yang berarti perbuatan menepati janji termasuk tuntutan atau wajib. Maka sering terjadi penyebutan hukum sebagai wajib, haram dan sebagainya.
Dari pengertian hukum syar’i ( secara umum ) diatas, dapat diketahui bahwa hukum secara syar’i terdiri dari hukum taklifi,tahyiri,dan hukum wad’li. Hukum taklifi yaitu hukum yang menjelaskan tentang perintah,larangan dan pilihan untuk menjalankan sesuatu dan meninggalkannya. Adapun hukum wadl’i yaitu berupa sebab yang mewajibkan, syarat yang mesti dipenuhi dan man’i. Sebab adalah sesuatu yang lahir dan jelas batasan-batasannya, yang oleh Allah ( syar’i ) dijadikan sebagai tanda bagi wujudnya hukum.
Dalam sistem hukum islam ada lima hukm atau kaidah yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik dibidang ibadah maupun dilapangan muamalah. Kelima jenis kaidah tersebut, disebut al-ahkam al-khamsah atau penggolongan hukum lima ( Sayuti Thalib,1986:16 ) yaitu :
1. Ja’iz atau Mubah
2. Sunnat
3. Makruh
4. Wajib,dan
5. Haram
Penggolongan hukum yang lima atau yang disebut juga kategori hukum atau lima jenis ini, didalam kepustakaan Islam disebut juga hukum taklifi. Hukum taklifi yaitu hukum yang menjelaskan tentang perintah, larangan dan pilihan untuk menjalankan sesuatu atau meninggalkannya. Sedangkan bentuk perintah dan larangan itu ada yang pasti dan ada yang tidak pasti. Jika bentuk perintah itu pasti maka disebut wajib (yaitu suatu perintah yang harus dilakukan dan jika orang meninggalkannya berdosa) dan jika tidak pasti maka disebut mandb atau sunnah (yaitu suatu perintah yang dianjurkan oleh syar’I, jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa). Demikian pula jika larangan berbentuk pasti maka disebut makruh. Adapun tahyir (pilihan) adalah hukum mubah. Mubah ini adalah suatu hukum yang memberikan kebebasan kepada orang mukallaf untuk memilih antara mengerjakan suatu perbuatan atau meninggalkannya.
Dari uraian diatas nampak perbedaan konsep penilaian menurut Hukum Romawi yang melandasi hukum barat pada umumnya,dengan konsep hukum islam. Hukum Islam mempunyai penilaian sunnah dan makruh. Sunnah sebagai pengaman wajib,sedangkan makruh sebagai pengaman haram. Kalau seseorang sudah membiasakan diri melakukan sunnah, maka ia tidak akan pernah meninggalkan kewajibannya, sebaliknya kalau ia sudah biasa meninggalkan makruh, maka ia tidak akan pernah melakukan yang haram.
Perhatikan bagaimana Islam menganjurkan supaya jangan berduaan antara yang berlainan jenis pria dan wanita tanpa mahram (Khalwat). Hal itu dilarang dalam rangka menjauhi perbuatan Zina. Perhatikan pula Islam (Qur’an) menggunakan kata-kata jangan melakukan zina.
Dari perbedaan konsep itu, menimbulkan produk hukum yang berbeda. Umpamanya tentang pengertian dan sanksi hukum zina. Hukum barat/positif memandang hubungan seks diluar nikah yang dilakukan oleh mereka yang sama-sama tidak terikat perkawinan dengan orang lain bukan merupakan zina, jadi bukan delik, tidak dapat dihukum selama tanpa paksaan dan tidak mengganggu ketertiban umum. Menurut hukum Barat (termasuk yang dianut KUHP dan BW) yang dikatakan zina adalah hubungan seksual diluar nikah yang dilakukakn oleh mereka (atau salah satu dari mereka) yang sedang terikat perkawinan dengan orang lain. Perbuatan zina tersebut termasuk delik aduan (klachtendelik), artinya tidak secara otomatis bisa dituntut, apabilla ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan, yaitu suami atau istrinya.
Konsep Islam berbeda dengan konsep hukum Barat. Islam memandang bahwa setiap hubungan seks di luar nikah secara mutlak adalah terlarang. Hubungan seks di luar nikah, apakah dilakukan oleh mereka yangs sedang terikat perkawinan dengan orang lain atau tidak, apakah dilakukan secara sukarela atau tidak, perbuatan tersebut secara mutlak merupakan tindak pidana ( zarimah hudud ) yang diancam hukuman.

Sumber Hukum Syar’i
Sumber hukum biasanya disebut dengan dalil. Secara bahasa dalil yaitu menunjukan kepada sesuatu yang baik yang konkret maupun abstrak. Dalil secara istilah adalah sesuatu yang didalamnnua dicari petunjuk dengan penglihatan yang benar tentang hukum syar’i amali (praktis) baik secara qath’i maupun dhanni. Dalil yang disepakati oleh jumhur ulama yaitu Al-Qu’ran, Sunnah, Ijma dan Qiyas . Disamping itu terdapat beberapa dalil yang masih menjadi ikhtilaf bagi umat islam yaitu istihsan , maslahah mursalah , istishab , syaddu ad-dari’ah , urf , pendapat sahabat, dan syari’at umat terdahulu.
Sumber hukum (dalil–dalil) tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu dalil nash (tesktual) dan ghairu nash (paratekstual). Dalil nash (tekstual) yaitu Al-Qur’an dan As–sunnah, sedangkan dalil-dalil yang lainnya termasuk dalil ghairu nash (paratekstual). Dalil nash (tesktual) adalah teks yang merupakan sumber hukum atau tempat dimana hukum ditemukan. Sedangkan dalil-dalil ghairu nash (paratekstual) tidak berupa teks. Dalil–dalil ghairu nash (paratekstual) seperti qiyas, istihsan, istishlah dan sebagainya, nampak lebih merupakan metode penetapan hukum atau pengambilan hukum dari sumber tekstual., disamping metode kebahasaan yaitu metode ta’lili. Hal ini telah diperbedatkan sejak masa formasi hukum awal. Oleh karena itu, terdapat pembedaan pengertian antara–misalnya, qiyas sebagai sumber hukum dan qiyas sebagai metode penemuan hukum. Qiyas dalam pengertian al-istiwa’ (dalam bentuk kerja atau masdarnya) yang berarti menyamakan, merupakan metode penemuan hukum. Sedangkan qiyas dalam pengertian at-taswiyah (dalam bentuk kata benda) yang berarti persamaan, merupakan sumber hukum. Begitu juga istishlah merupakan metode penemuan hukum sedangkan mashlahah merupakan sumber hokum

Perbandingan Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif
Dari uraian tentang konsep hukum dan hukum Islam di atas akan dipaparkan beberapa fokus perbandingan yakni sebagai berikut :
a.       Unsur–unsur Hukum
Unsur–unsur dalam hukum positif berbeda dengan unsur-unsur hukum Islam, di antaranya adalah:

1.      Pembuat Hukum
Dalam hukum Islam pembuat hukum (al-hakim) atau Syar’i yaitu Tuhan Allah sendiri, maka hukum merupakan titah Allah. Sedangkan hukum positif dibuat oleh badan yang berwajib sebagai representasi masyarakat dimana hukum itu berlaku. Dalam perspektif sejarah hukum Barat, di abad pertengahan berkembang hukum agama seperti hukum Islam dan hukum Kristen. Pada masa ini yang berlaku adalah hukum Tuhan (kedaulatan Tuhan). Hukum agama ini yang bersumber dari wahyu. Dalam perkembangan zaman selanjutnya muncul pandangan bahwa hukum dari Raja atau kedaulatan negara, kemudian masa Renaissance bahwa hukum adalah kedaulatan rakyat, sampai abad XIX muncul pandangan positivisme yuridis bahwa hukum sama dengan undang-undang . Adapun konsep hukum positif yang dianut Indonesia merupakan adopsi dari konsep hukum Barat Modern yang telah mengalami perubahan dari masa ke masa tersebut.
2.      Subjek Hukum
Subjek hukum (mahkum ‘alaih) dalam hukum Islam adalah mukallaf yaitu orang yang telah memenuhi syarat-syarat kecakapan untuk bertindak hukum (ahliyah al-ada’). Dalam hal ini terdapat persamaan dengan konsep subjek hukum dalam hukum positif dengan adanya pengecualian atau perihal cacat hukum yaitu karena paksaan (dwang, dures), kekhilafan (bedrog, fraud), dan penipuan (dwaling, mistake).
Dalam hukum positif, terdapat subjek hukum selain orang (persoon) yaitu badan hukum (rechpersoon). Hukum Islam juga mengenal adanya badan hukum sebagai subjek hukum, seperti adanya baitul mal.
3.      Wilayah Hukum (objek yang diatur oleh hukum)
Hukum positif merupakan peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakatnya. Sedangkan hukum Islam mengatur perbuatan-perbuatan mukallaf (sebagai subjek hukum).
Hukum Islam mengatur semua perbuatan mukallaf baik dalam hubungnannya dengan Tuhan (Allah SWT), manusia dan lingkungan sekitarnya atau semua makhluk Tuhan, sedangkan hukum positif hanya mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulannya di masyarakat. Bahkan dalam diskursus ilmu hukumn dan teori hukum terdapat pembedaan norma agama, kesusilaan, sopan santu dan norma hukum. Adapun dalam hukum Islam tidak terdapat pemisahan, karena hukum Islam mengatur kehidupan manusia dalam segala aspeknya, bahkan hukum Islam tidak memisahkan antara masalah hukum dan moralitas.
4.      Daya Paksa
Peraturan hukum positif berisi perintah dan larangan yang bersifat mengikat dan memaksa, sehingga sanksi terhadap pelanggarannya dinyatakan dengan tegas. Sedangkan hukum Islam tidak hanya berisi perintah dan larangan, melainkan berisi taklif, takhyir (pilihan) dan penetapan. Adapun sanksi tidak dinyatakan dengan tegas, bahkan dalam beberapa hal hanya diberikan sanksi eskatologis.

b.Hakikat Hukum
Hukum sebagai perintah. Dalam hal ini hukum Islam dan hukum positif berbeda yaitu bahwa hukum Islam merupakan titah Allah yang berisi taklif, tahyir (pilihan) dan penetapan. Sedangkan hakikat hukum positif adalahg suatu perintah dengan disertai sanksi. Hukum sebagai penilaian. Dalam hal ini terdapat persamaan antara hukum Islam dan hukum positif, bahwa hukum merupakan penilaian. Dalam hukum terdapat kategori perbuatan manusia menjadi wajib (harus dikerjakan), haram (harus ditinggalkan) dan sebagainya, yang berarti terdapat penilaian perbuatan baik dan buruk menurut hukum.
Hukum sebagai hubungan. Hakikat hukum sebagai hubungan ini merupakan hasil telaah terhadap apa yang diatur dalam hukum atau dalam diskursus hukum disebut hukum subjektif. Dalam hukum Islam terdapat hukum wadl’I yang berupa sebab, syarat dan man’i yang juga menunjukkan kepada makna hubungan. Misalnya Sebab adalah sesuatu yang lahir dan jelas batasan-batasannya, yang oleh Allah (syar’i) dijadikan sebagai tanda bagi wujudnya hukum , yang berarti Sebab merupakan penyebab lahirnya hukum. Oleh karena itu hukum wadl’i dalam konsep hukum Islam mempunyai persamaan dengan hakikat hukum sebagai hubungan dalam konsep hukum positif.

b.      Sumber Hukum
Sumber hukum positif dibagi menjadi sumber hukum material dan formal. Sumber hukum material merupakan materi-materi hukum berupa perilaku dan realitas yang ada di masyarakat, termasuk hukum adat. Sedangkan sumber hukum formil adalah undang-undang, kebiasaan, Yurisprudensi, traktat dan doktrin.
Hukum islam juga mempunyai sumber hukum material, namun perbedaan dengan hukum positif. Yaitu bahwa sumber hukum Islam berasal dari wahyu,sedangkan hukum positif bersumber kepada perilaku dan realitas dalam masyarakat. Adapun Urf sebagai kebiasaan yang dapat disebut juga perilaku masyarakat, masih harus dipilah menjadi ‘urf shahih (yang sesuai dengan nash atau sumber hukum tekstual) dan ‘urf bathil (yang tidak sesuai dengan nash), sehingga yang dapat dijadikan sumber hukum hanyalah ‘urf shahih.

Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat diambil beberapa pemahaman.
Pertama, hukum pada hakikatnya adalah perintah dan penilaian yaitu penilaian terhadap suatu perbuatan yang baik atau tidak baik (menurut hukum), serta hubungan yaitu hubungan diantara seseorang dengan suatu perbuatan (sesuatu atau tidak melakukan sesuatu) dari seseorang yang lain, yang membuat orang ini menghubungkan dirinya dengan perbuatan ini (tidak melakukan ini) sebagai dengan kepunyaannya, sebagai dengan sesuatu yang menjadi miliknya atau dengan kata lain suatu hubungan yang mempunyai akibat hukum. Sementara hukum Islam merupakan sapaan Allah tentang perbuatan mukallaf baik berupa taklif, takhyir (opsi) maupun wadl’i. Hukum Islam menurut Ushuliiyin adalah kategori aksi (aksi Tuhan dalam menetapkan hukum), namun menurut Fuqaha hukum merupakan kategorin penderita yaitu efek atau akibat dari titah Allah. Hukum juga sebagai kategorisasi dan penilaian hukum.
Kedua, hukum Islam bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber hukum tekstual (nash) serta sumber hukum paratekstual (ghairu nash) yaitu Ijma, Qiyas, Istihsan, Maslahah mursalah, Istishab, Syaddi ad-dariah, ‘Urf, Pendapat Sahabat, dan Syariat umat terdahulu.
Ketiga, pada hakikatnya hukum Islam dan hukum positif mempunyai beberapa persamaan yaitu bahwa hukum sebagai hubungan dan penilaian atau pengkategorian perbuatan manusia ke dalam baik/tidak baik, dianjurkan/dilarang, serta perintah, walaupun dalam konsep hukum Islam terdapat hukum takhyiri (opsi).
Keempat,perbedaan dalam hal sumber yang signifikan antara hukum Islam dan hukum positif yaitu bahwa hukum Islam bersumber kepada wahyu Tuhan sedangkan hukum positif bersumber pada realitas kehidupan masyarakat. (dalam mahjiajie. “perbandingan konsep hokum islam dengan ilmu hukum”)


kata mutiaraku


KATA KATA MUTIARA ISLAM


Perbanyaklah kamu mengingat mati, karena hal itu bisa membersihkan dosa dan menyebabkan kamu zuhud atau tidak cinta kepada dunia. (Rasulullah)

Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk (Imam An Nawawi)

Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku. (Umar bin Khattab)

Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat sendirian, di saat inilah saksimu adalah juga hakimmu. (Ali bin Abi Thalib)

Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah. (Ibnu Mas’ud)

lmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan. (Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan pula adalah sebuah akhlaq ular, dan kalau kebajikan dibalas dengan kejahatan itulah akhlaq buaya, lalu bila kebajikan dibalas dengan kebajkan adalah akhlaq anjing, tetapi kalau kejahatan dibalas dengan kebajikan itulah akhlaq manusia. (Nasirin)

Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu : KEPERCAYAN, CINTA dan RASA HORMAT (Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Berteman dengan orang bodoh yang tidak mengikuti ajakan hawa nafsunya adalah lebih baik bagi kalian, daripada berteman dengan orang alim tapi selalu suka terhadap hawa nafsunya. (Ibnu Attailllah as Sakandari)

Keluarlah dari dirimu dan serahkanlah semuanya pada Allah, lalu penuhi hatimu dengan Allah. Patuhilah kepada perintahNya, dan larikanlah dirimu dari laranganNya, supaya nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu, setelah itu keluar, untuk membuang nafsu-nafsu badaniah dari hatimu, kamu harus berjuang dan jangan menyerah kepadanya dalam keadaan bgaimanapun juga dan dalam tempo kapanpun juga. (Syekh Abdul Qodir al-Jaelani)

Tanda cinta kepada Allah adalah banyak mengingat (menyebut) Nya, karena tidaklah engkau menyukai sesuatu kecuali engkau akan banyak mengingatnya. (Ar Rabi’ bin Anas)

Pangkal dai semua kebaikan di dunia maupun di akhirat adalah taqwa kepada Allah. (Abu Sualeman Addarani)

Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseoran yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup (Bediuzzaman Said Nur)

Orang yang terkaya adalah orang yang menerima pembagian (taqdir) dari Allah dengan senang hati. (Ali bin Husein)

Menghidupkan kembali agama berarti menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama berarti cahaya kehidupan (Bediuzzaman Said Nur)

Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan masyarakat itu, sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh kegiatan itu mandeg. (Bediuzzaman Said Nursi)

Penderitaan jiwa mengarahkan keburukan. Putus asa adalah sumber kesesatan; dan kegelapan hati, pangkal penderitaan jiwa. (Bediuzzaman Said Nursi)

Dia yang menciptakan mata nyamuk adalah Dzat yang menciptakan matahari. (Bediuzzaman Said Nursi)

Seorang teman tidak bisa dianggap teman sampai ia diuji dalam tiga kesempatan: pada waktu dibutuhkan, sikap di belakang anda, dan setelah kematian Anda. (Ali ibn abi Talib )

Sikap buruk merusak perbuatan baik, seperti cuka merusak madu. (Nabi Muhammad)

Lakukanlah seluruh aktivitas kita dengan penuh cinta dan hanya mengharapkan keridhaan-Nya sehingga akan bernilai ibadah. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah kita lelah berjuang. (Anonim)

Manusia yang paling lemah ialah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu ialah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia – nyiakannya. (Ali bin Abi Thalib)

Berbahagialah siapa yang selalu ingat akan hari akhir, beramal untuk menghadapi hari perhitungan dan merasa puas dengan ala kadarnya. Sementara ia ridha sepenuhnya dengan pemberian Allah. (Saydina Ali R.A.)

Akhlak yang baik adalah surga dalam kalbu. (Dr. Aidh Abdullah al-Qarni)

Hidupmu saat ini yang diwarnai cinta mendalam pada Allah membuat masa lalu menjadi mimpi yang indah dan masa depan yang penuh harapan. (Dr. Ibrahim Elfiky)

Uang + Ahklaqul Karimah akan menjadi modal yang sangat berharga baik untuk Anda sendiri, maupun untuk kemajuan Umat Islam. Kejarlah keduanya. (Anonim)

Hanya satu motivasi yang ada, yaitu Allah. Adapun motivasi lainnya harus dalam rangka “karena dan/atau untuk” Allah. (Anonim)

Apakah kita bisa untuk mengemban misi kita? Insya Allah kita bisa, karena Allah Mahatahu, Allah tahu sampai dimana potensi dan kemampuan kita. Jika kita tidak merasa mampu berarti kita belum benar-benar mengoptimalkan potensi kita. (Anonim)

Deburan ombak yang tiada henti menjadi tanda zikirnya pada sang Pencipta.Bagaimana dengan kita ? (Anonim)

Gerhana matahari lebih baik dari gerhana nurani. Gerhana bulan masih lebih baik dari gerhana akal pikiran. Sedangkan gerhana nafsu adalah keselamatan bagimu (Anonim)

Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu. (Ali bin Abi Thalib)

Rasulullah bersabda :“ Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka baginya seperti pahala yang melakukannya” (HR. Muslim)

Sesungguhnya apabila badan sakit maka makan dan minum sulit untuk tertelan, istirahat dan tidur juga tidak nyaman. Demikian pula hati apabila telah terbelenggu dengan cinta dunia maka nasehat susah untuk memasukinya. (Malik bin Dinar)